Selasa, 14 Juni 2011

fobia


MAKALAH PSIKOLOGI
FOBIA
Disusun oleh  : Kelas 1b
Kelompok 3
1.      Cucu Farida Kurnia H    
2.      Dhanny wijaya Ellinna               
3.      Diah Ayu Widiastutik
4.      Ida krisnawati
5.      Nurul Qomariyah
6.      Ita feriyanti
7.      Masroatul Nurul Jannah
8.      Gayuh Cahyaning Putri
9.      Wulan Permata Sari        
Dibimbing oleh :
Novi Kurniawati, Amd.Keb,S.Psi

PRODI D3 KEBIDANAN
STIKES DIAH HUSADA MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2010/2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karuniaNya penyusun dapat menyelesaikan makalah psikologi yang berjudul “Fobia” ini tepat pada waktunya. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas fobia semester dua. Makalah ini berisi beberapa informasi mengenai pengertian fobia dan jenis-jenis fobia.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yaitu :                 
1. Yulianto.S.kep.Ns.M.Mkes  selaku ketua stikes Dian Husada Mojokerto                                                                                           2. Indra Yulianti, S.ST  selaku kaprodi D3 kebidanan Stikes Dian Husada Mojokerto                                                                                                          3. Novi Kurniawati, Amd.Keb, S.Psi selaku dosen pembimbing mata kuliah psikologi                                                                                                     yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun dan pembaca.

Mojokerto, 25 Mei 2011

penyusun






I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Ketakutan pada anak akan orang asing muncul pada usia enam bulan dan mencapai puncaknya pada usia 18 – 24 bulan dan bayi akan belajar cepat mengenal wajah orang tuanya. Setiap orang yang tampak asing menurut dirinya akan menyebabkan rasa takut da ketidaknyamanan. Bayi akan memunculkan ekspresi yang berbeda ketika melihat orang asing, tapi akan mengekspresikan wajah tersenyum dengan orang yang sudah dikenal. Hal ini menunjukkan bahwa bayi membutuhkan waktu untuk menerima orang lain. Bila rasa takut itu berlarut-larut maka anak akan mengalami kesulitan. Salah satu kesulitannya adalah sulit beradaptasi dengan lingkungan baru dan bisa berkembang menjadi fobia sosial serta anak akan merasa tegantung dengan orang tuanya dan menarik diri dari lingkungna sosial.
1.2         Rumusan Masalah
  1.  Apa pengertian mengenai fobia?
  2. Jelaskan tentang macam-macam fobia
1.3         Tujuan Penelitian
1.      Mampu menjelaskan mengenai fobia
2.      Mampu menjelaskan mengenai macam-macam fobia dan gejalanya
1.4        Manfaat Penelitian
1.      Untuk penyusun
·         Menambah pengetahuan penyusun mengenai fobia
·         Memberikan informasi kepada penyusun mengenai fobia dan jenisnya
2.      Untuk pembaca
·         Agar pembaca mengerti dan tahu mengenai fobia
·         Agar pembaca tahu gejala dari fobia


1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1              Pengertian Fobia
                 *            Fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Itu sebabnya, pengidap tersebut sering dijadikan bulan bulanan oleh teman sekitarnya. Ada perbedaan "bahasa" antara pengamat fobia dengan seorang pengidap fobia. Pengamat fobia menggunakan bahasa logika sementara seorang pengidap fobia biasanya menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat dirasa lucu jika seseorang berbadan besar, takut dengan hewan kecil seperti kecoak atau tikus. Sementara di bayangan mental seorang pengidap fobia subjek tersebut menjadi benda yang sangat besar, berwarna, sangat menjijikkan ataupun menakutkan.
Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan rasa takut. Akan tetapi bila seseorang terpapar terus menerus dengan subjek Fobia, hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi. Fiksasi adalah suatu keadaan dimana mental seseorang menjadi terkunci, yang disebabkan oleh ketidak-mampuan orang yang bersangkutan dalam mengendalikan perasaan takutnya. Penyebab lain terjadinya fiksasi dapat pula disebabkan oleh suatu keadaan yang sangat ekstrem seperti trauma bom, terjebak lift dan sebagainya.
Seseorang yang pertumbuhan mentalnya mengalami fiksasi akan memiliki kesulitan emosi (mental blocks) dikemudian harinya. Hal tersebut dikarenakan orang tersebut tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis) yang tepat. Setiap kali orang tersebut berinteraksi dengan sumber Fobia secara otomatis akan merasa cemas dan agar "nyaman" maka cara yang paling mudah dan cepat adalah dengan cara "mundur kembali"/regresi kepada keadaan fiksasi. Kecemasan yang tidak diatasi seawal mungkin berpotensi menimbulkan akumulasi emosi negatif yang secara terus menerus ditekan kembali ke bawah sadar (represi).
2
Pola respon negatif tersebut dapat berkembang terhadap subjek subjek fobia lainnya dan intensitasnya semakin meningkat. Walaupun terlihat sepele, “pola” respon tersebut akan dipakai terus menerus untuk merespon masalah lainnya. Itu sebabnya seseorang penderita fobia menjadi semakin rentan dan semakin tidak produktif. Fobia merupakan salah satu dari jenis jenis hambatan sukses lainnya. ( www.wikipedia.com )
                 *            Pengertian fobia menurut para psikopatolog adalah sebagai penolakan yang menggangu, diperantarai rasa takut yang tidak proposional dengan bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu da diakui oleh penderita sebagai sesuatu yang tidak mendasar. Dengan kata lain, fobia adalah ketakutan terhadap suatu situasi atau obyek yang jelas (dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya pada saat kejadian tidak membahayakan.
Berdasarkan DSM-IV-TR gejala dari fobia adalah :
(1) Ketakutan yang berlebihan, tidak beralasan, dan menetap yang dipicu oleh objek atau situasi.
(2) Keterpaparan dengan pemicu menyebabkan kecemasan intens.
(3) Orang tersebut menyadari ketakutannya tidak realistis.
(4) Objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan kecemasan intens.
Beberapa istilah yang paling dikenal adalah claustrophobia, yaitu ketakutan pada ruang tertutup. Agoraphobia, adalah ketakutan pada tempat umum.
3
Acrophobia, adalah ketakutan pada ketinggian. Animal phobia, adalah ketakutan pada jenis binatang tertentu. Blood phobia, adalah ketakutan pada darah.Banyak penderita tertentu yang tidak membuat mereka cukup terdesak untuk mencari bantuan penanganan. Sebagai contoh, jika seseorang yang memiliki ketakutan yang sangat besar pada ular, ia tinggal di daerah metropolitan, kecil kemungkinan ia mengalami kontak langsung dengan objek yang ditakuti sehingga tidak percaya ada yang salah dengan dirinya. Pada kebanyakan kasus, fobia banyak dialami oleh wanita dibandingkan dengan pria. (sumber : psikologizone.com)
2.2              Macam-macam Fobia
Ada kebanyakan kasus, fobia banyak dialami oleh wanita dibandingkan dengan pria. Fobia sendiri dibagi menjadi dua macam kategori yaitu fobia spesifik dan fobia sosial.
a.       Fobia Spesifik
Fobia spesifik adalah ketakutan yang beralasan yang disebabkan oleh kehadiran atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. Lebih ringkasnya fobia ini disebabkan oleh obyek atau situasi spesifik. DSM-IV-TR membagi fobia berdasarkan sumber ketakutannya: darah, cedera, dan penyuntikan, situasi (seperti pesawat terbang, lift, ruang tertutup), binatang, dan lingkungan alami (seperti ketinggian, air).
b.      Fobia Sosial
Fobia sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya berkaitan dengan keberadaan rang lain (Davidson dkk., 2006:185). Individu yang menderita fobia sosial biasanya mencoba menghindari situasi di mana ia mungkin dinilai dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau berperilaku secara memalukan. Ketakutan yang ditunjukkan dengan keringat berlebihan atau memerahnya wajah merupakan hal jamak. Berbicara atau melakukan sesuatu di depan public, makan di tempat umum, menggunakan toilet umum, atau hampir semua aktivitas lain yang dilakukan di tempat yang terdapat orang lain dapat menimbulkan kecemasan ekstrem, bahkan serangan panik (Davidson dkk., 2006:186).

4
Fobia sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya berkaitan dengan keberadaan orang lain. individu yang mengalami fobia sosial biasanya menghindari situasi yang membuat dia merasa dievaluasi, mengalami kecemasan, atau melakukan perilaku yang tidak seharusnya. Ketakutan yang ditunjukkan dengan keringat berlebihan atau memerahnya wajah merupakan dampak yang tampak. Berbicara atau melakukan sesuatu di depan publik, makan di tempat umum, menggunakan toilet umum, atau hampir semua aktifitas lain yang dilakukan di tempat yang terdapat orang lain dapat menimbulkan kecemasan ekstrim pada penderita fobia sosial. Orang yang menderita fobia sosial banyak yang memiliki profesi atau pekerjaan yang jauh di bawah kemampuan atau kecerdasan mereka karena sensifitas sosial yang ektrim mereka alami. Lebih baik mengerjakan pekerjaan yang bergaji rendah dari pada setiap hari berhadapan dengan orang lain dalam pekerjaan yang lebih tinggi.
penyebab dari fobia sosial sendiri adalah sering ditakut-takuti oleh orang tua atau orang-orang sekitar yang dekat. Seperti “jangan dekat-dekat dengan orang asing,nanti bisa diculik!’ dan pengaruh keluarga yang terlalu mengekang anak pada saat ingin melakukan interaksi serta trauma anak seperti diejek, dijadikan bulan-bulanan.
Etiologi
A. Pendekatan Psikoanalisis
Menurut Freud, fobia sosial atau hysteria‑ansietes merupakan manifestasi dari konflik Oedipal yang tidak terselesaikan. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik dan kecemasan. Akibatnya, ego berusaha menggunakan mekanisme‑pertahanan represi yaitu membuang jauh dari kesadaran. Konflik seksual ditransfer dari orang yang mencetuskan konfilk kepada sesuatu yang sepertinya tidak penting atau objek yang tidak relevan atau situasi yang sakarang mempunyai kekuatan untuk membangkitkan anxietas. Situasi atau obyek yang dipilih atau disimbolkan biasanya berhubungan langsung dengan sumber konflik. Dengan menghindari objek tersebut pasien dapat lari dari penderitaan anxietas yang serius.


5
B. Pendekatan behavioral
Literatur behavioral membuktikan fakta bahwa perilaku takut sering dihasilkan dari emosi negatif atau pengalaman traumatik (Watson & Rayner, 1920). Selama wawancara klinis, banyak orang dengan gangguan fobia sosial melaporkan sebuah kejadian traumatik masa lalu yang diasosiasikan dengan onset gangguan mereka. Kadang-kadang bahkan masalah dengan sosialisasi dan performa muncul sebelum kejadian tertentu karena pasien mengatribusi banyak episode traumatik sebagai penyebab kondisi saat ini (misalnya kejadian yang memperburuk ketakutannya). Dalam survey yang didesain untuk memeriksa ketakutan dan kecemasan, 58% orang dengan gangguan kecemasan sosial menunjukkan onset mereka pada terjadinya peristiwa traumatik (Ost, 1985). Ketika prevalensi pengalaman traumatik yang dikondisikan pada pasien dengan gangguan kecemasan sosial dibandingkan dengan partisipan kontrol yang tidak memiliki gangguan, sebanyak 44 % dari orang yang memiliki gangguan kecemasan sosial merecall pengalaman yang dikondisikan yang menandai onset ketakutan-ketakutan sosial mereka (Stemberger, Turner, Beidel, & Calhoun, 1995).
C. Pendekatan Kognitif
Sudut pandang kognitif terhadap kecemasan secara umum dan fobia secara khusus berfokus pada bagaimana proses berfikir manusia dapat berperan sebagai diathesis dan pada bagaimana pikiran dapat membuat fobia menetap. Kecemasan dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih besar untuk menanggapi stimulasi negatif, menginterpretasi informasi yang tidak jelas sebagai informasi yang mengancam, dan mempercayai bahwa kejadian negatif memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjadi di masa mendatang (Heinrichs & Hoffman, 2000; turk dkk, 2001). Teori kognitif mengenai fobia juga relevan untuk berbagai fitur lain dalam gangguan ini. Rasa takut yang menetap dan fakta bahwa ketakutan tersebut sesungguhnya tampak irasional bagi mereka yang mengalaminya. Fenomena ini dapat terjadi karena rasa takut terjadi melalui proses-proses otomatis yang terjadi pada awal kehidupan dan tidak disadari. Setelah proses awal tersebut, stimulasi dihindari sehingga tidak diproses cukup lengkap dan yang dapat menghilangkan rasa takut tersebut (Amir. Foa, & Coles, 1998).

6
D. Pendekatan Biologis ( Teori Neurotransmiter )
1)      Mekanisme Dopaminergik
Dari penelitian didapatkan bahwa fobia sosial berhubungan dengan gangguan pada system dopaminergik. Kadar homovanilic acid (HVA) pada penderita fobia sosial lebih rendah blia dibandingkan dangan penderita panik atau kontrol. Adanya perbaikan gejala fobia sosial dengan pemberian monoamine oxidase inhibitor (MAOI) menunjukkan bahwa kinerja dopamine terganggu pada fobia sosial.
2)      Mekanisme Serotonergik
Pemberian fenilfluramin pada panderita fobia sosial menyebabkan peningkatan kortisol sehingga diperkirakan adanya disregulasi serotonin. Walaupun demikian, pada pemberian methchlorphenylpiperazine (MCPP), suatu serotonin agonis, tidak ditemukan adanya perbedaan respons prolaktin antara penderita fobia sosial dengan kontrol normal. Begitu pula, pengukuran ikatan platelet (3H)‑paroxetine, suatu petanda untuk mangetahui aktivitas serotonin; tidak terlihat adanya perbedaan antara fobia sosial dengan gangguan panik atau kontrol normal.
3)      Mekanisme Noradrenergik
Penderita fobia sosial sangat sensitif terhadap perubahan kadar epinefrin sehingga dengan cepat terjadi peningkatan denyut jantung, berkeringat dan tremor. Pada orang normal, gejala fisik yang timbul akibat peningkatan epinefrin mereda atau menghilang dengan cepat. Sebaliknya pada penderita fobia sosial tidak terdapat penurunan gejala. Bangkitan gejala fisik yang meningkat semakin mengganggu penampilan di depan umum. Pengalaman ini juga membangkitkan kecamasan pada penampilan berikutnya sehingga mengakibatkan orang tidak berani tampil dan menghindari panampilan selanjutnya.
4)      Pencitraan Otak
Dengan magnetic resonance imaging (MRI) terlihat adanya penurunan volume ganglia basalis pada penderita fobia sosial. Ukuran putamen berkurang pads fobia sosial.
7
2.3 Gejala dan penanganan
Kriteria diagnostik untuk fobia sosial menurut DSM-IVTR adalah:
  1. Ketakutan yang mencolok dan menetap pada satu atau lebih situasi atau performa sosial yang mana seseorang di ekspose pada orang-orang yang tidak familiar atau pada kemungkinan diperhatikan secara cermat oleh orang lain. Ketakutan individual yang membuat orang tersebut akan beraksi pada cara tertentu (atau menunjukkan simtom kecemasan) yang akan membuatnya merasa dipermalukan. 
  2.  Paparan pada situasi sosial hampir selalu menimbulkan kecemasan, yang mana mungkin berbentuk kecenderungan serangan panik. Catatan: pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis, tantrum, membeku, atau malu-malu dari situasi sosial dengan orang-orang yang tidak familiar.
  3. Orang mengenali bahwa ketakutannya berlebihan atau tidak masuk akal. Catatan: pada anak-anak, ciri ini mungkin tidak muncul.
  4. Situasi atau performa sosial yang ditakutkan dihindari atau ditahan dengan kecemasan atau distress yang intens.
  5. Penghindaran, antisipasi kecemasan, atau distress dalam situasi atau performa sosial yang ditakuti mengganggu aktivitas normal rutin, fungsi akademik, atau aktivitas atau hubungan sosial secara signifikan atau terdapat distress yang mencolok karena memiliki fobia.
  6. Pada individu dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan
  7. Ketakutan atau penghindaran bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis umum dan lebih baik tidak dilaporkan dengan gangguan mental lain (misalnya gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, gangguan separation anxiety, gangguan tubuh dismorfik, gangguan perkembangan pervasif, atau gangguan kepribadian skizoid).
  8. Jika terdapat kondisi medis secara umum atau gangguan mental lain, ketakutan dalam kriteria A tidak berkaitan pada penyakit tersebut, misalnya ketakutan bukan dari gagap gemetar pada penyakit Parkinson, atau menunjukkan perilaku makan yang abnormal pada Anorexia Nervosa atau Bulimia Nervosa.

8
Kriteria diagnostik untuk ICD-10 gangguan social anxiety pada Anak:
  1. Kecemasan yang menetap dalam situasi sosial yang mana anak harus menghadapi orang yang tidak dikenal, termasuk teman sebaya, dimanefestasikan dengan perilaku menghindar secara sosial.
  2. Anak menunjukkan kesadaran diri, malu, atau sangat kuatir mengenai ketidaktepatan perilakunya ketika berinteraksi dengan orang yang tidak dikenali.
  3. Terdapat gangguan yang signifikan dengan hubungan sosial (termasuk teman sebaya), yang mana mengakibatkan keterbatasan
  4. Anak memiliki hubungan sosial yang memuaskan dengan figur yang familiar).
  5. Onset gagguan biasanya bersamaan dengan perkembangan fase dimana reaksi kecemasan ini dipertimbangkan dengan tepat. Tingkat abnormal, menetap dan gangguan yang berhubungan harus dimanifestasikan sebelum usia 6 tahun.
  6. Kriteria gangguan kecemasan secara umum tidak ditemukan pada anak
  7. Ganggua tidak terjadi sebagai bagian dari gangguan emosi, gangguan perilaku atau kepribadian, atau gangguan perkembangan pervasive, gangguan psikotik atau gangguan penggunaan obat-obatan psikoaktif.
  8. Durasi dari ganguan sekurang-kurangnya 4 minggu.
Penanganan Penderita Fobia
Dalam penanganan penderita fobia, penderita tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri sehingga haruslah dibantu oleh terapis yang kompeten dibidangnya. Banyak sekali terapi yang dapat dilakukan. Berikut adalah beberapa pendekatan terapi yang bisa dilakukan. Pendekatan Psikoanalisa yaitu dengan dua cara (1) pengungkapan kecemasan yang direpresi; (2) Penyelesaian konflik masa kanak-kanak. Pendekatan Behavioral yaitu (1) Systematic desensitization, yaitu individu yang menderita fobia membayangkan serangkaian situasi yang semakin menakutkan sementara ia berada dalam kondisi rileks; (2) Flooding, yaitu teknik terapeutik dimana klien dipaparkan dengan sumber fobia dalam intensitas penuh; (3) Modelling, yaitu teknik lain yang menggunakan pemaparan terhadap berbagai situasi yang ditakuti. Pendekatan Kognitif yaitu Eliminasi irational belief, dengan cara menghapuskan pemikiran yang irasional. Pendekatan Biologis yaitu dengan menggunakan obat-obatan seperti sedative, transquilizer, dan anxyolitic.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian fobia menurut para psikopatolog adalah sebagai penolakan yang menggangu, diperantarai rasa takut yang tidak proposional dengan bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu da diakui oleh penderita sebagai sesuatu yang tidak mendasar. Dengan kata lain, fobia adalah ketakutan terhadap suatu situasi atau obyek yang jelas (dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya pada saat kejadian tidak membahayakan. Fobia sendiri dibagi menjadi dua macam kategori yaitu fobia spesifik dan fobia sosial.











10
DAFTAR PUSTAKA
Davidson, Gerald C. dkk. (2006). Psikologi Abnormal (edisi ke- 9) (terjemahan Noermalasari Fajar). Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Mulyadi, Seto. Membantu Anak Balita Mengelola Ketakutan. Jakarta : Erlangga for Kids.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga.
www. psikologizone.com
www.wikipedia.com                                                                                                           











11
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                   ..........................................................  i
DAFTAR ISI                                                  ..........................................................  ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang                        .......................................................... 1
1.2       Rumusan Masalah                   ..........................................................  1
1.2       Tujuan             .                       ..........................................................  1
1.3       Manfaat                                   ........................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
             2.1       Pengertian Fobia                     ........................................................... 2
2.2       Macam-macam Fobia              ........................................................... 4
2.3       Gejala dan Penanganan           ........................................................... 8

BAB III PENUTUP                    
3.1       Simpulan                                 ........................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA






ii

Tidak ada komentar:

Posting Komentar